Beberapa waktu lalu memenuhi undangan dari Indonesia Financial Group (IFG) hadir sebagai Penanggap dalam FGD Prospek dan Tantangan Asuransi Syariah di Indonesia.
Bertempat di Kantor Pusat IFG, kegiatan ini dihadiri oleh Direksi dan Komisaris IFG.
Sebagai penanggap, hadir para pakar yang mewakili Organisasi dan Lembaga besar seperti Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Muslimat NU, Universitas Indonesia, Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Masjid Indonesia (DMI). Hadir pula perwakilan Asosiasi Perasuransian di tanah air yaitu Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI). Pak Agus Haryadi pak Paul Setio Kartono pak Tatang Nurhidayat
Saya sendiri sangat terhormat, diundang tanpa mewakili kelembagaan atau asosiasi.
Wacana yang dipaparkan mengarahkan sebuah konsolidasi di asuransi umum syariah, asuransi jiwa syariah dan reasuransi syariah — sebagaimana di konvensional juga.
Apabila hal ini terjadi, maka akan terjadi penggabungan 1 Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan 4 Unit Syariah Perusahaan Asuransi Umum. Penggabungan 3 Unit Syariah di Asuransi Jiwa. Penggabungan 1 Perusahaan Reasuransi Syariah dan 1 Unit Syariah Perusahaan Reasuransi.
Nilai positif:
• kapitalisasi bertambah sedikit (penggabungan hanya di Dana Peserta, sementara Dana Perusahaan kemungkinkan kembali ke induk Konvensional)
• kapasitas akseptasi bertambah sedikit — karena tidak ada korelasi langsung dengan meningkatnya modal bahwa kapasitas akan turut meningkat
• bertambahkannya Staff dengan keahlian tertentu — sepanjang perusahaan awal memperkenankan Staff Syariahnya turut dalam penggabungan ke Perusahaan baru
Nilai kurang:
• akan ada rasionalisasi (baca: lay-off), karena tidak mungkin seluruh Staff (termasuk DPS) ditampung di Perusahaan baru hasil penggabubgan
• potensi kesenjangan budaya kerja, karena Staff berasal dari Perusahaan yang berbeda
• potensi hierarki organisasi yang semakin kompleks dan silo baru
• harus ada standarisasi baru
• potensi gap sistem (informasi)
• brand Perusahaan sebelumnya lenyap
Apakah proses konsolidasi (merger dan akuisisi) merupakan opsi terbaik?
Danantara Indonesia
Ada aspek lain di Asuransi Syariah, yaitu upaya dan proses Pemisahan Unit Syariah (spin-off) yang sudah dan sedang diupayakan. Proses ini sudah mengeluarkan dana yang tidak sedikit, pemikiran yang banyak, usaha yang panjang, dll.
Satu catatan lagi, perubahan Rencana Kerja Pemisahan Unit Syariah (RKPUS) harus terlebih dulu mendapatkan izin dari OJK. Otoritas Jasa Keuangan Humas OJK Indonesia
Wacana ini masih sangat perlu diperdalam, sebelum dampak negatifnya lebih dominan ketimbang kebaikan.
Category: Indonesia
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1439H

Tidak / Belum Syariahnya Lembaga Keuangan Syariah (?)
Di kalangan masyarakat umum saat ini banyak beredar pandangan dan opini, bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dianggap “sama saja” dengan lembaga keuangan konvensional. Bahkan terdapat pula yang menyatakan haramnya LKS.
LKS bisa berupa Bank Syariah, Asuransi Syariah, Pergadaian Syariah, Pembiayaan Syariah, Modal Ventura Syariah, Pasar Modal Syariah, Koperasi Syariah, dsj.
Saya sendiri melihat kondisi ini sebagai sebuah upaya menuju kesempurnaan. Tidak bisa dipungkiri, praktik yang dijalankan para pelaku dan praktisi LKS masih jauh dari kesesuain syariah sebagaimana diharapkan.
Sepakat, apa yang belum murni, perlu usaha bersama-sama untuk memurnikannya. Yang belum sempurna, jangan kita tinggalkan. Pilihannya, bersama-sama membantu mencari solusi untuk memurnikannya, atau membiarkannya menjadi sangat tidak syariah.
Di saat yg sama, perlu juga sama-sama introspeksi dan muhasabah…
Di LKS itu sendiri diperlukan langkah ke depan umtuk berpraktik, apakah “berani” menunjukkan kesyariahannya atau malah menjurus ke sekuler.
Saya sendiri, mengamati banyak di praktik.nya… para pelaku (junior?) yg tidak/belum memahami esensi dari keberadaan LKS itu sendiri.
Yang sederhana… Pelaku LKS masih menggunakan jargon atau istilah konvensional,…
Sehingga saat moment of truth seorang pelaku LKS bertemu dengan calon nasabah atau mystery guest penjelasan jasa atau produk yang disampaikan, tidak jauh dari konvensional, sehingga bukan tidak mungkin langsung diberikan label… “sama saja dengan konvensional”
Wallahu’alam bish shawab
Wakaf sebagai Bentuk Manfaat bagi Semesta Alam
Wakaf manfaat asuransi syariah dan hasil investasi syariah merupakan sebuah produk yang baru mendapatkan fatwa dari DSN-MUI.
Sesuai dengan istilah yang disematkan, wakaf berarti menahan sebagian (harta) dengan tujuan untuk disedekahkan (ke pihak lain yang membutuhkan).
Wakaf manfaat asuransi syariah, bisa diartikan sebagai men-sedekahkan harta yang diterima dari manfaat asuransi syariah, termasuk hasil investasinya.
Wakaf ini sendiri sebenarnya menunjukkan makna sesungguhnya dari keberadaan asuransi syariah yang merupakan perwujudan sebuah lembaga keuangan syariah, sesuai dengan syiar Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Kehadiran Islam, bukan hanya memberikan manfaat bagi para penganutnya. Islam bukan hanya memberikan manfaat bagi manusia. Tetapi lebih jauh dari itu, Islam menjadi rahmat bagi semesta alam.
Hal yang serupa, terjadi di asuransi syariah. Seyogyanya, sebagai sebuah lembaga keuangan syariah, manfaat yang dihasilkan bukan hanya bagi pihak-pihak yang melakukan akad perjanjian (peserta dan pengelola). Tetapi juga memberikan manfaat bagi pihak lain yang bahkan tidak terlibat dalam perjanjian asuransi syariah itu sendiri.
Wakaf yang diberikan oleh peserta, bisa dimanfaatkan oleh masyarakat awam. Bahkan juga bisa menjadi manfaat bagi lingkungan sekitar. Semisal saja, wakaf yang diwujudkan dalam bentuk masjid yang bisa dipergunakan umat sebagai markaz syiar keagamaan dan pendidikan karakter. Wakaf yang berbentuk lahan produktif, yang bukan hanya berbentuk hasil perkebunan, tetapi juga bisa menjadi lahan penghijauan.
Apabila, wakaf ini benar-benar dimanfaatkan oleh peserta asuransi syariah, maka manfaat tersebut, Insya Allah, akan terus berlanjut walaupun ybs sudah meninggalkan dunia.
Wallahu’alam bish shawab
Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial – Fatwa MUI
Pada tanggal 13 Mei 2017 lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan Fatwa no.24 tahun 2017 mengenai Hukum dan Pedoman bermuamalah melalui Media Sosial.
Sebagaimana diketahui fatwa-fatwa yang dikeluarkan MUI juga memberikan pedoman dalam berhubungan sosial (muamalah). Dengan pedoman ini, diharapkan (utamanya umat Muslim) tidak terjerumus dalam perbuatan yang melanggar hukum syar’i.
Beberapa pedoman yang diatur, diantaranya:
• Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan.
b. Mempererat persaudaraan (ukhuwwah), baik persaudaraan ke-Islaman (ukhuwwah Islamiyyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah), maupun persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah insaniyyah).
c. Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan Pemerintah
• Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk:
a. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.
b. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan.
c. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
d. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i.
e. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.
Semoga kita semua bisa bijak dalam menggunakan media sosial.
Merdeka!
Jakarta, 06-06-2017
#satukanIndonesia
#sayaIndonesia
#IndonesiaBersyariah

