EHN Personal Thought · Insurance · Riyadh · Syariah / sharia · Syiar · Takaful

Asuransi Syariah?

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Setelah vacuum cukup lama, akhirnya saya mulai kembali menyempatkan diri sharing di blog ini. Semoga bermanfaat!

Tulisan ini berisikan pandangan dan pengetahuan saya, yang tergerak atas sebuah pertanyaan dari seoraang rekan yang menanyakan perihal asuransi syariah.

Jujur, bicara soal asuransi, kayaknya tidak banyak yang paham apalagi memberikan apresiasi terhadap “binatang” yang satu ini. Apalagi biacara asuransi syariah. Bisa jadi dalam pikirannya langsung terlintas, “binatang” apalagi tuch.

Mohon maaf bagi para praktisi, saya usahakan memberikan gambaran yang paling sederhana, sekiranya ada yang ingin menambahkan atau koreksi, dengan senang hati al faqir akan membuka diri.

Kita mulai dari awal dulu, prinsip asuransi (secara umum) adalah memberikan kompensansi atas kerugian finansial yang diderita oleh seseorang atas suatu musibah yang dideritanya. Di Indonesia, sebutan bagi asuransi yang tidak (belum) sesuai syariat disebut sebagai Asuransi Konvensional. Sedangkan yang (Insya Allah) sesuai syariat, di Indonesia disebut sebagai Asuransi Syariah. Secara internasional dikenal sebagai Takaful. Di Saudi sendiri Asuransi harus menggunakan prinsip Cooperative (taawun).

Apa yang membedakan antara Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah?

Sebenarnya ada banyak pertimbangan dan alasan yang membedakan keduanya, namun apabila dibahas, tentunya akan menjadi sebuah buku tebal. Bagi pembaca yang berminat mengetahui secara detail mengenai asuransi bisa mengikuti pendidikan dasar Asuransi Syariah yang diselenggarakan oleh AsAsosiasi Asuransi Syariah Indonesia untuk mendapatkan pencerahan dan mendapatkan gambaran utuh mengenai fiqh muamalah terkait Asuransi Syariah di Indonesia.

Untuk artikel singkat ini, Penulis ingin membahasa hal pertama dan utama yaitu tentang Riba. Saya pribadi sangat menyayangkan transaksi riba ini begitu dahsyatnya menggerogoti sendi-sendi hidup dan kehidupan kita (di Indonesia). Padahal Riba ini sendiri disebutkan di Al Quran berulang-ulang. Dimulai dari anjuran menjauhi Riba, meninggalkan riba sampai larangan Riba. Sayang juga kalau kebanyakan (atau hampir semua khutbah atau ceramah di tanah air) hanya bicara soal fiqh ibadah, belum banyak yang bicara soal fiqh muamalah, misalnya tentang bahaya Riba.

Padahal terdapat beberapa hadits yang jelas-jelas menggambarkan besarnya dosa Riba. Contoh salah satunya, menyebutkan bahwa dosa Riba itu ada 70, yang paling rendah adalah seakan seseorang berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Naudzubillah summa naudzubillah. Mengenai dampak dan dosa Riba, wallahu a’lam bish shawab, barangkali kita semua bisa membaca literasi lebih lanjut.

Lalu apa kaitannya antara Riba dan asuransi (konvensional)?

Dalam asuransi konvensional, terjadi “transaksi” (saya garis bawahi, transaksi). Antara “premi” (diulang, premi) dengan “klaim” (diulang, klaim).

Semisal seorang tertanggug (insured) membeli (diulang, membeli) polis asuransi, dengan besaran IDR 1.000.000 untuk menjamin mobilnya misalnya. Perusahaan Asuransi Konvensional melakukan analisa (baik secara matematis, statistik, aktuaria, kondisi pasar, suku bunga, dsb) guna menentukan tarif yang (dianggap) sesuai dengan faktor risiko. Bilamana terjadi kehilangan, maka tertanggug (insured) tersebut mendapat ganti rugi (diulang, ganti rugi) sebesar harga mobil, misalnya IDR 100.000.000. Atas “transaksi” ini terdapat Riba (literally berarti pertambahan nilai). Dari yang angkanya 1 juta menjadi 100 juta.

EHN - MEKANISME ASURANSI KONVENSIONAL.jpg

Lalu bagaimana dengan asuransi syariah (takaful, cooperative)? Apakah tidak ada Riba? Kan sama-sama mengganti kerugian juga?

Asuransi Syariah prinsipnya bukan transaksi (diulang, bukan transaksi). Sistem yang digunakan adalah menggalang tabbaru (dana kebajikan). Semisal seorang Peserta (bukan Tertanggung) menyerahkan dana kontribusi (bukan membayar klaim) sebesar IDR 1.000.000. Dana ini, bersama kontribusi dari Peserta-peserta lain dikumpulkan dan dikelola oleh ke Pengelola Asuransi Syariah. Dalam hal terjadi kemalangan, sesuai dengan kehendak Allah azza wa jalla, maka dari Dana Tabarru tersebut (bukan dari dana Pengelola Asuransi Syariah) akan diberikan manfaat sebesar nilai mobil, misalnya IDR 100.000.000.

Lalu apa bedanya? Sama-sama dari angka awal 1 menjadi 100…..

Sekilas memang terlihat tidak ada bedanya. Tapi jelas perbedaannya di niat dan akad.

Saya ingin meneruskan ilmu yang saya peroleh dan berulang-ulang disampaikan oleh guru kita, KH Maruf Amin (sekarang Ketua Majelis Ulama Indonesia).

Praktek jima’ (maaf – bersetubuh) bagi yang sudah menikah maupun yang berzina terlihat sama. Namun, diawalnya terdapat perbedaan niat dan akad yang mendasar, yang satu ibadah, yang satu maksiat. Yang satu memberikan manfaat dan maslahah, yang lain malah mudharat dan dosa.

Kembali ke topik kita, sekiranya di lapangan atau kasat mata terlihat sama, mohon maaf, bisa jadi karena para pelaku sendiri belum memahami inti dan maksa dari Asuransi Syariah itu sendiri, atau karena bisa jadi masih ada “oknum” yang belum melaksanakan prinsip syariat secara kaffah.

Apabila di prakteknya masih kita temui, perilaku atau aktifitas yang tidak membedakan antara asuransi syariah dengan yang konvensional, tanpa bermaksud membela diri, anggap saja kita semua masih dalam tahap pembelajaran. Adalah tugas bersama, baik di regulator, asosiasi, perusahaan dan praktisi untuk meluruskan yang salah ke jalan yang benar.

Di exhibit 1, Asuransi Konvensional adalah transaksional.
Di exhibit 2, Asuransi Syariah menggunakan akad Tabarru.
Riba berlaku di transaksi. Tidak ada riba di Tabarru.

EHN - MEKANISME ASURANSI SYARIAH.jpg

Sedikit penjelasan mekanisme Asuransi Syariah –

  • Setiap “peserta” (bukan tertanggung), memberikan “kontribusi” (bukan membayar premi) ke dalam pool of fund (kumpulan dana kebajian = tabarru).
  • Sebenarnya sesama Peserta melakukan akad Tabarru dengan peserta lain, untuk bersama-sama mengumpulkan Dana Tabarru tersebut.
  • Untuk melakukan pengelolaan Dana Tabarru, ditunjuklah Perusahaan Pengelola Asuransi Syariah (Takaful Operator).
  • Pengelola Asuransi Syariah (Takaful Operator) melakukan analisa (baik secara matematis, statistik, aktuaria, kondisi pasar, dsb) guna menentukan tarif yang (dianggap) sesuai dengan faktor risiko.
  • Peserta melakukan akad Wakalah (agency) kepada Pengelola Asuransi Syariah. Dengan demikian, Pengelola Asuransi Syariah sesuai dengan hasil kerjanya berhak atas upah (ujrah).
  • Tentunya guna memenuhi nilai minimum statistik, tidak mungkin apabila dana tabarru itu hanya diisi oleh seorang Peserta tadi. Dibutuhkan cukup banyak, sehingga dana tabarru itu cukup besar dan bisa memberikan tarif yang adequate bagi masing-masing Peserta sesuai dengan tingkat risikonya. Istilahnya Law of Large numbers.
  • Apabila adalah salah seorang Peserta yang mengalami musibah, karena taqdir dari Allah SWT, maka adalah tugas dari Pengelola Asuransi Syariah (mewakili seluruh Peserta) memberikan santunan (manfaat).
  • Prinsipnya, manfaat yang diterima oleh seseorang yang mengalami musibah adalah santunan dari peserta lain.

Jadi, sebagai seorang peserta, selain itu bisa mendapatkan jaminan manfaat bilamana ia mengalami musibah, ia sendiri juga bisa mendapatkan pahala atas niatnya membantu sesama Peserta yang mengalami musibah. Seandainya ini dipahami dengan baik, luar biasa nikmatnya Asuransi Syariah. Selain memberi manfaat, maslahah juga insya Allah berkah.

Walau, sayangnya, praktek di lapangan (barangkali) masih ada yang belum sesuai dengan prinsip-prinsip di atas.

Wallahu a’lam bish shawab

EHN Personal Thought · Syiar

Memaknai Hijrah

Hijrah artinya pindah. Pindah dalam artian fisik maupun hati dan pikiran.

Tujuannya adalah berpindah dari suatu tempat ke tempat untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik lagi. Berpindah dari suatu keadaan ke keadaan lain untuk mendapatkan yang lebih baik lagi.

Dalam al Qur’an, dikisahkan beberapa success story tentang hijrah. Mulai dari manusia pertama Nabi Adam alaihisalaam hingga sang Rasul penutup para nabi, Muhammad shalallahu alaihi wassalam.

Kisah hijrah Nabi Adam dan Siti Hawa, masing-masing pindah dari tempat mendaratnya di Bumi, berkeliling dunia untuk saling mencari satu sama lain, sampai akhirnya berjumpa di Jabal Rahmah dan memulai kehidupan baru di alam dunia.

Nabi Nuh juga berhijrah dengan perahunya, guna menyelamatkan peradaban manusia dari banjir besar.

Selanjutnya, kisah Nabi Musa yang juga dihijrahkan ibunya demi menyelamatkan nyawanya ketika masih bayi.

Lalu ada juga kisah Nabi Ibrahim yang hijrah dari pemikiran dan kebiasaan setempatnya, termasuk dari Ayahnya sendiri.

Meneladani sikap nabi Muhammad s.a.w. yang berhijrah dari tempat kelahirannya, kota Mekkah, ke kota Madinah al Munawarah.

Tindakan yang dilakukan beliau, bukan sebuah tindakan pengecut, takut atau kalah. Melainkan jauh dari itu, merupakan sebuah tindakan strategis dengan visi dan misi yang jelas dan terukur. Tujuannya jelas sebagai solusi bagi kebaikan yang lebih besar lagi demi kemajuan bersama ke depannya.

Sekali lagi, bukan karena takut atau kalah, justru dengan hijrah, nabi Muhammad menunjukkan kemenangan. Sebuah kemenangan atas kezhaliman. Kemenangan melawan kebathilan. Kemenangan atas kegelapan (jahiliyah). Kemenangan atas orang-orang yang sudah gelap mata hatinya.

Di tulisan ini, al faqir mengingatkan diri sendiri untuk berhijrah. Mengingatkan diri sendiri untuk meninggalkan kegelapan. Meninggalkan gelap menuju yang terang. Meninggalkan yang gharar. Meninggalkan yang syubhat. Meninggalkan yang ribawi.

Siap tanggalkan (yang katanya) kenyamanan. Siap tanggalkan (yang katanya) jabatan. Siap tanggalkan (yang katanya) kehormatan.

Insya Allah.

EHN Personal Thought · Indonesia · Insurance · Syariah / sharia · Syiar · Takaful

Asuransi Syariah sebagai Solusi Kemakmuran Bersama bagi seluruh Anak Bangsa

Asuransi Syariah sebagai Solusi Kemakmuran Bersama bagi seluruh Anak Bangsa

@erwin_noekman

— didistribusikan sebagai Press Release Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia dalam rangka Insurance Day 2015 —

Masa sulit yang sedang dihadapi bangsa Indonesia menyentuh seluruh aspek kehidupan. Sistem ekonomi yang ada saat ini pun sedang mengalami ujian berat. Untuk itu sangat diperlukan sebuah solusi dan penerapan sistem ekonomi yang bukan hanya menyelamatkan bangsa untuk masa kini tetapi juga bisa memberikan jaminan kemakmuran di masa yang akan datang dan mewujudkan visi kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang adil dan sejahtera sesuai dengan Pancasila.

Sistem ekonomi yang dimaksud tentunya harus bisa memberikan kenyamanan bagi seluruh bangsa. Sebuah sistem yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Bukan hanya terbatas bagi para pelaku transaksi itu sendiri, melainkan bagi pihak lain yang bahkan mungkin tidak ada kaitannya dengan transaksi itu sendiri. Secara khusus, industri perasuransian sebagai bagian tidak terlepas dari sistem perekonomian Indonesia pun perlu menjadi perhatian kita bersama.

Secara tradisional, sebenarnya bangsa Indonesia sudah mempunyai sebuah sistem perlindungan yang luhur. Bangsa Indonesia dikenal sejak lama sebagai bangsa yang ramah, santun, saling menolong satu-sama-lain (ta’awun) dan saling melindungi (takafuli), manakala ada rekan atau kerabat yang mengalami musibah atau malapetaka. Sistem yang kita kenal sebagai gotong-royong adalah sebuah solusi sistem ekonomi kerakyatan yang nyata. Semua pihak terbukti diuntungkan dalam sistem ini. Hal ini sebenarnya merupakan bagian dari sistem ekonomi syariáh, termasuk asuransi syariah.

Keluhuran nilai bangsa Indonesia yang terkenal dengan sikap gotong-royongnya, merupakan modal kuat dalam pengembangan ekonomi yang berkesinambungan. Ekonomi syariáh terbukti mampu melewati badai krisis di berbagai belahan dunia. Sementara ekonomi yang “kurang beretika” rontok di perjalanannya.

Saat ini asuransi syariah masih mempunyai porsi relatif kecil bila dibandingkan secara total perasuransian nasional. Namun demikian, tingkat pertumbuhan asuransi syariáh relatif lebih baik bila dibandingkan dengan industri sejenis di lahan konvensional.

Asuransi syariah itu sendiri dengan prinsip dan asas saling tolong menolong dan saling melindungi di antara sesama peserta selayaknya diyakini sebagai sebuah sistem ekonomi yang sustainable terhadap perubahan jaman. Hal ini akan menjadi tantangan bagi kita semua untuk terus meyakini dan mengembangkan ekonomi syariah.

Asuransi syariah sebenarnya merupakan sistem ekonomi saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya. Bagi pelaku asuransi syariáh keuntungan diperoleh dengan memperoleh bagian atas pengelolaan bisnisnya (ujrah pengelola). Pihak perantara yang terlibat dalam proses transaksi syariáh berhak atas ujrah (fee, brokege, commission) dari jerih payahnya. Selain mendapatkan perlindungan, para Peserta pun turut memperoleh bagian atas keuntungan apabila transaksi tersebut memberikan nilai lebih (surplus underwriting). Bahkan, lebih jauh lagi, pihak-pihak yang tidak terlibat (misalnya masyarakat faqir, miskin, dhuafa) dalam transaksi bisnis syariah pun bisa merasakan manfaat dari transaksi non-ribawi ini semisal dalam bentuk zakat, infak, shaqadah atau jariyah.

Sistem “ekonomi kerakyatan” inilah merupakan esensi dari keluhuran nilai masyarakat Indonesia yang diusung sejak lama, yaitu prinsip gotong-royong.

Asuransi syariah sendiri sesuai dengan prinsip yang dianutnya, akan terus menjalankan operasional dengan penuh kepatuhan terhadap nilai-nilai good corporate governance, dan menjalan bisnis dengan penuh etika dan moral yang tinggi. Transparansi akan menjadi kata kunci, karena perusahaan berbasis syariah merupakan pihak yang mendapat amanah dari nasabah dalam pengelokaan dana atau assetnya.

Sesuai momentumnya, adalah kesempatan bagi kita untuk lebih mencermati secara cerdas sistem ekonomi yang digunakan dalam asuransi syariah. Secara financial, asuransi syariah memberikan keuntungan lebih seperti digambarkan di atas. Secara sosial, asuransi syariah turut membantu sesama, baik yang terlibat dalam transaksi maupun yang tidak. Secara religi, asuransi syariah dengan pengawasan Dewan Pengawas Syariah, memberikan ketentraman bagi pesertamya dari sisi ibadah duniawi dan akhirat. Secara governance, asuransi syariah dimotori oleh organisasi yang menjalankan roda usahanya dengan norma-norma kesantunan, etika, empati, simpati dan transparansi.

Industri asuransi sendiri, baik konvensional maupun syariah, menghadapi tantangan dalam menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Rendahnya literasi perasuransian membuat masyarakat meposisikan asuransi berada di nomor sekian dari prioritas mereka. Sebagian besar masih merasa bahwa hidup hari ini jauh lebih penting daripada jaminan di masa yang akan datang.

Para pelaku asuransi syariah di Indonesia sendiri berupaya memberikan solusi yang menyeluruh bagi masyarakat Indonesia dengan membangun kapasitas bersama dalam bentuk Konsorsium Asuransi Mikro Syariah si Bijak. Si Bijak merupakan produk generik asuransi syariah yang memberikan jaminan dari sisi risiko asuransi umum (harta benda) dan asuransi jiwa (meninggal dunia).

Selain itu, guna memberikan jaminan bagi masyarakat dan pelaku usaha kecil, pelaku asuransi syariah melalui Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia pun turut dalam pengembangan asuransi mikro syariah yang bekerja sama dengan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah guna memberikan perlindungan atas tempat usaha dan modal usaha dari berbagai risiko seperti kebakaran, letusan gunung berapi, dsj.

Asuransi syariáh dengan pengawasan Dewan Pengawas Syariáh menjadi sistem ekonomi non-ribawi, yang akan mengantar masyarakat menjadi jauh lebih bermartabat, lebih bersyukur dan menjadi lebih berkah.

Sebagai pelengkap dari kekuatan ekonomi kerakyatan adalah kebijakan pemerintah yang pro terhadap ekonomi kerakyatan itu sendiri. Sejauh ini belum ada lembaga keuangan syariáh yang dimiliki oleh pemerintah. Kalaupun ada, unit syariáh atau lembaga keuangan syariáh merupakan anak perusahaan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sekiranya saja, pemerintah dengan political will yang dimilikinya, sedikit mengarahkan ke arah ini, tentunya akan semakin marak ekonomi syariáh di negeri ini. Kembali diingat, BUMN selain berperan sebagai penghasil dividen bagi negara juga (bisa) mempunyai misi kemanusiaan. Sangat tepat bila ekonomi kerakyatan ini didukung oleh BUMN yang tangguh.

Bentuk lain political will yang bisa digerakkan oleh pemerintah adalah social responsible investment (SRI) untuk diterapkan kepada seluruh pelaku perasuransian syariah. Selain corporate social responcibility (CSR), SRI akan sangat membantu para pelaku usaha kecil, menengah dan mikro (UMKM). Tanpa harus terbebani dengan jeratan riba yang bukan hanya menyulitkan secara duniawi tetapi juga menjerat pelakunya dalam hukum akhirat.

Ujungnya adalah tujuan pembangunan yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. Kekayaan akan diperoleh dari sikap bersyukur dan saling membantu. Dengan keyakinan tinggi, kita semua bisa meyakini bahwa ekonomi syariah akan semakin maju dan berkembang dan membawa keberkahan bagi semua pihak dan demi Indonesia yang jauh lebih baik lagi.

Di penghujungnya adalah asuransi syariah yang bisa memberikan kemakmuran dan berkah bagi seluruh bangsa Indonesia. Aamiin.

.

EHN Personal Thought · Syariah / sharia · Syiar · Takaful

Mimpi Kebaikan

Adalah sebuah “mimpi” mengenai masa depan. Giring Nidji mengatakan bahwa mimpi adalah kunci. Steve Jobs mengatakan bahwa kenikmatan bekerja adalah mencintai pekerjaan. Ketika mimpi dan cinta bersatu, akan menjadi menghasilkan kuantum maha dahsyat.

Berikut sebagian dari mimpi itu…..

Visi (vision)
Menjadi perusahaan asuransi syariah yang memimpin pasar domestik dan mampu bersaing di pasar regional.

Misi (mission)
Menjalankan usaha asuransi syariah yang amanah, transparan dan akuntabel, dengan pengelolaan bisnis profesional yang berbasis teknologi informasi dan ramah lingkungaj serta memberikan keberkahan bagi seluruh masyarakat.

Nilai-nilai (values)
1) Go Green
2) Fathanah (bekerja cerdas dan solutif)
3) Amanah (integritas)
4) Shiddiq (jujur dan terpercaya)
5) Tabligh (syiar kebaikan)

Akankah itu bisa tercapai?

Insya Allah, dengan keyakinan dan kebersamaan, semua akan bisa diraih

EHN Personal Thought · Syiar

Pertanyaan yang membutuhkan jawaban

Pagi ini, saya mendengarkan orasi yang menimbulkan beberapa pertanyaan.

Pertanyaan pertama dikatakan:

“Apakah anda seorang Muslim?”

Saya meyakini kita semua (yang di KTP-nya mengisi kolom Agama dengan Islam, akan menjawab YA.

“Apakah anda meyakini Allah sebagai Tuhan dan  Pencipta anda?”

Jawaban yang sama, saya yakini juga akan sama.

Tak lama kemudian, datanglah pertanyaan ketiga…

“Apakah anda menggunakan hukum Allah dalam kehidupan anda?”

Saya kembalikan jawabannya kepada anda semua.

Wallahu’alam bish shawab