Pada tanggal 31 Desember 2013 yang lalu Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan Surat Edaran No. SE-06/D.05/2013 tentang Penetapan Tarif Premi serta Ketentuan Biaya Akuisisi Pada Lini Usaha Asuransi ……
SE tsb diterapkan OJK sebenarnya mengembalikan khittah asuransi dimana penetapan tarif premi harus memenuhi unsur adequacy (kecukupan) dari sebuah common pool yang bersumber dari hukum bilangan besar (the law of large number).
Sepertinya terbaca oleh regulator bahwa saat ini para pemain asuransi (umum) menetapkan tarif tidak wajar (baca: terlalu murah). Penetapan tarif tidak wajar ini bisa berpotensi ketidakcukupan atau ketidakmampuan perusahaan asuransi untuk membayarkan klaim bilamana tertanggung-nya mengalami musibah.
Dulu peran underwriter di perusahaan asuransi (seakan) terdilusi dikalahkan faktor pemasaran. Seiring ketatnya persaingan, seringkali alasan yang diajukan dalam penetapan tarif karena ada perusahaan lain yang berani menawarkan tarif jauh lebih rendah. Kondisi ini sering membuat manajemen mengambil keputusan untuk “mengabaikan” perhitungan underwriter dan memberikan “discount” supaya perusahaannya bisa memenangkan kompetisi (baca: perang tarif).
Merupakan momentum yang tepat bahwa menjelang integrasi seluruh lembaga keuangan di negeri ini, OJK mengatur mengenai tarif dan biaya akuisisi. Sehingga penerapannya pun bisa dipahami dan dipatuhi bersama lembaga keuangan lain (misalnya Bank dan Lembaga Pembiayaan) dikarenakan saat ini semuanya berada di bawah satu atap, OJK.
Semestinya lembaga keuangan lainnya yang sama-sama berada di bawah satu atap OJK ini pun dapat memahami dan mematuhi aturan yang dikeluarkan regulator.
Sesuai skala prioritas, di tahap awal OJK dalam SE tsb mengatur beberapa lini usaha terlebih dahulu, yaitu:
• Asuransi Kendaraan Bermotor (KBM)
• Asuransi Harta Benda (Fire / Properti)
• Perluasan Risiko Khusus: Banjir
• Perluasan Risiko Khusus: Gempa Bumi
• Perluasan Risiko Khusus: Letusan Gunung Berapi
• Perluasan Risiko Khusus: Tsunami
Penerapan tarif diatur sedemikian rupa sehingga diatur Tarif Bawah dan Tarif Atas. Perusahaan Asuransi dilarang menjual di bawah Tarif Bawah, dan juga dilarang menjual di atas Tarif Atas.
Bila dalam proses penutupan asuransi, ada pihak ketiga yang terlibat (misalnya Agen, Broker, Bank atau Lembaga Pembiayaan), diperkanankan mengeluarkan biaya akuisisi. Namun OJK mengatur batas maksimum sbb:
• Asuransi Kendaraan Bermotor 25%
• Asuransi Harta Benda 15%
• Perluasan Risiko Khusus 15%
OJK juga menekankan agar semua perusahaan asuransi di Indonesia menerapkan pedoman tarif dan ketentuan biaya akuisisi tsb. Aturan ini akan mulai berlaku sejak:
• 1 Maret 2014 bagi Asuransi Kendaraan Bermotor
• 1 Februari 2014 bagi Asuransi Harta Benda: dan Perluasan Risiko Khusus
Aturan ini berlaku bagi Perusahaan Asuransi Umum, Perusahaan Reasuransi Umum termasuk Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Syariah di Perusahaan Asuransi Umum.
OJK juga menegaskan bahwa bagi perusahaan asuransi yang tidak mematuhi ketentuan tsb akan dikenakan sanksi administrasif (Surat Peringatan), termasuk sampai dilarang menjual produk asuransi tsb.
Dengan adanya aturan OJK tsb, tantangan terberat bagi pelaku asuransi nasional adalah memberikan pengertian dan pemahaman kepada para tertanggungnya, bahwa sedikit banyak akan berpengaruh kepada mereka karena biaya yang akan dikeluarkan untuk membayar polis akan lebih tinggi. Demikian pula bagi para perantara, biaya akuisisi (komisi / brokerage) akan turun.
Selain itu pun, perusahaan asuransi (hanya bisa) berharap lembaga keuangan lain turut mendukung aturan OJK ini, utamanya terkait penetapan biaya akuisisi maksimum. Lembaga keuangan seperti Bank dan Perusahaan Pembiayaan, yang dulunya mengandalkan fee based dari asuransi harus bersiap apabila jumlah yang mereka terima (harus) berkurang seiring pembatasan biaya akusisi asuransi di perusahaan asuransi tersebut.
Sedikit sumbang saran bagi regulator, semoga OJK juga bisa melakukan sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat umum, bahwa penetapan tarif adalah sebagaimana diatur OJK. Sehingga bisa dihindari tertanggung yang menjadi kutu loncat, yang pindah dari satu perusahaan asuransi ke perusahaan asuransi lain, dikarenakan penawaran tarif yang lebih rendah.
Kini, adalah saatnya para perusahaan asuransi bersaing bukan dari sisi tarif (non-price competition). Kini, saatnya perusahaan asuransi harus mampu menunjukkan service level terbaik bagi tertanggungnya. Kini, saatnya perusahaan asuransi harus mampu bahwa kesehatan keuangan yang dipublikasikan, benar-benar mampu memuaskan ekspektasi tertanggung ketika terjadi klaim, bukan sekedar laporan keuangan berisikan angka-angka yang tak ada gunanya.
Semoga aturan baru OJK ini bisa semakin menyehatkan pasar asuransi nasional.
Insya Allah dan Aamiin.
S.E.&O.
Akhir dari [Bagian Pertama]
~ bersambung ~
sangat penting sekali untuk mengetahui tentang asuransi karena dapat merubah cara pandang masyrakat terhadap pentingnya berasurasni, tulisan anda sangat menarik sekali, terimakasih untuk artikelnya. salam kenal.
Sama-2 semoga bermanfaat terima kasih sdh berkunjung